Kata dosen “posisi duduk mempengaruhi prestasi”, Padahal
yang duduk paling depan cuma cari sensasi.
Dalam
dunia perkuliahan, kata-kata dosen lebih mulia daripada kata hati. Gerakannya
di perhatikan, suaranya didengarkan, tugasnya dikerjakan, dan keinginan egois
nya direalisasikan.
Namun
bagi saya, sehebat-hebatnya dosen, selalu saja ada pernyataan dari mereka yang
membuat saya mengerutkan halis. (meski sebenarnya halis saya datar-datar saja)
Salah
satu yang saya ingat adalah pernyataan dari dosen perempuan di awal semester “ini
terbukti, posisi duduk mempengaruhi prestasi”. Kata beliau santai.
Dosen
yang tidak saya ingat wajahnya ini (karena jarang masuk dan selalu diwakili oleh
asistennya yang sok kalem), mengeluarkan pernyataan tersebut karena ketika dia
menerangkan di depan kelas dengan suaranya yang pelan dan tidak pernah diulang
itu, menanyakan apa saja yang dia bicarakan kepada para mahasiswa diakhir
pembahasan, dan yang pertama menjadi sasaran tentu saja Suku Air Selatan
Bangku Belakang.
Para penghuni bangku belakang—termasuk saya yang pemalas ini,
tentu saja tidak mendengar dengan jelas, karena suara si Ibu yang pelan dan
tidak pernah diulang. Sehingga tidak bisa menjawab dengan benar pertanyaan dari
beliau. Namun ketika si Ibu bertanya ke Negara Api Bangku Depan, para
superior caper itu bisa menjawabnya, walaupun tidak semua benar.
Tetapi
karena kesenjangan yang sebenarnya tidak terlalu senjang itu, mereka yang duduk
di bangku paling depan langsung mendapat penghargaan dari Dahsyatnya Award
si Ibu dosen yang cuma saya ingat namanya itu. Penghargaan tersebut berupa
pujian dan legitimasi terhadap mereka yang duduk di depan. Bahwasanya mereka
lah calon-calon pencari sensasi berprestasi yang layak dicaci
diakui. Luar biasa sekali bukan?!
Padahal
saya yakin, mereka cuma tidak sengaja saja mendengarnya karena posisi duduk
mereka yang dekat dengan si Ibu dosen. Sedangkan kami yang berada di posisi
yang jauh dari sumber suara, wajar saja tidak mendengar dengan jelas.
Tadinya
saya ingin langsung menyatakan keberatan saya terhadap pernyataan beliau, namun
saya menahannya, karena saya ingin beliau melihat sendiri sikap asli para
penghuni bangku depan yang sangat bersebrangan dengan kebiasanya sehari-hari,
yaitu ketika hari ujian tiba.
Kenapa
saya membandingkannya dengan hari ujian? Karena sikap mereka di hari-hari biasa
dan di hari ujian itu berbalik total 180 derajat.
Di
hari-hari biasa, mereka datang on time atau
lebih dulu dari kita, agar bisa duduk dibangku depan dan kita yang terlambat,
tentu saja akan duduk di bangku belakang. Namun situasinya berbeda jika di hari
ujian, mereka datang on time atau
bahkan jauh sebelum jam ujian dimulai, hanya untuk bisa duduk di bangku
belakang. Alasanya sederhana, agar tidak sulit ketika mencontek. Mantapppp,
lalu kemana perginya orang-orang berprestasi yang dibanggakan si Ibu dosen???
#Inginkuberkatakasar
Ketika
saya ingin melihat seperti apa ekspresi beliau jika melihat situasi tersebut,
si Ibu dosen pemberi penghargaan itu ternyata tidak hadir. Seperti biasa, hanya
diwakili oleh asistenya—yang masih sok kalem.
Kemudian,
kita yang datangnya selalu terlambat di hari-hari biasa, memberi usaha lebih
untuk minimal bisa datang on time di
hari ujian. Namun hal itu sia-sia, mereka—si kumpulan orang ambisius dan
superior itu datang lebih cepat, pada akhirnya hanya tinggal bangku depan saja
yang kosong. Mau tidak mau, kita harus duduk di depan, karena kalaupun memaksa
duduk di belakang, dosen akan menyuruh kita untuk mengisi bangku di depan yang
kosong. Sambil kesal saya mendecih dalam hati “fix, auto ngulang”.~
Cerita
diatas membuktikan, bahwa kata-kata dari dosen tidak semuanya perlu didengar,
karena tidak semuanya benar. Posisi duduk sama sekali tidak mempengaruhi
prestasi. Mereka yang duduk didepan tidak lebih dari para pejuang sensasi.
Caranya basi, hanya menipu diri sendiri dan terbuki, ketika ujian—bangku depan kesayangan
mereka—tidak mereka isi sama sekali.
Pernah
pada kesempatan lain, jauh sesudah cerita diatas terjadi, saya berdebat dengan seorang
wanita yang termasuk salah satu dari mereka (sejak dulu saya memang tidak suka
sekali dengan wanita ini). Perdebatan terjadi di Grup Whatsapp kelas kami, sebenarnya
hanya karena hal sepele, awalnya dia (salah satu yang dulu pernah mendapat
pujian dari dosen karena duduk di depan) menyatakan kekecewaanya terhadap dosen
yang jarang masuk, bahkan menghakimi dengan sebutan “makan gaji buta”. Boo amboo~ di depan dosen aja baik, tapi
di belakang mah menghardik.
Saya
yang tidak biasanya komentar di Grup pun, tiba-tiba tergerak, kemudian dengan
sedikit gerakan ibu jari, saya mengomentari pernyataannya.
“Dia : demo aja hayuu”
“Saya : apa-apa demo, apa-apa demo, sekalian aja
bikin alumni, biar saingan sama 212”
“Dia : pada elu, apa nanya, apa nanya, oon dipiara”
(sumber
pernyataannya adalah karena saya termasuk yang paling aktif bertanya di kelas. tapi kalau untuk yang sering bertanya disebut orang oon, saya tidak tau dia mengutip itu dari ilmuan mana)
Saya
berhenti sejenak, sedikit tertawa karena pernyataanya yang lebih lucu dari joke
bapak-bapak. Sambil kesal saya balas:
“haha ciyee orang pinter, gak pernah nanya. Tiap
hari duduk di paling depan, giliran ujian duduk di paling belakang”
Para
penyimak sekaligus penghuni Grup pun bersorak, beberapa diantaranya membalas
komentar saya dengan emot tertawa. ~hahaha
#epiccomeback
AJO_QQ poker
ReplyDeletekami dari agen poker terpercaya dan terbaik di tahun ini
Deposit dan Withdraw hanya 15.000 anda sudah dapat bermain
di sini kami menyediakan 7 permainan dalam 1 aplikasi
- play aduQ
- bandar poker
- play bandarQ
- capsa sunsun
- play domino
- play poker
- sakong
di sini tempat nya Player Vs Player ( 100% No Robot) Anda Menang berapapun Kami
Bayar tanpa Maksimal Withdraw dan Tidak ada batas maksimal
withdraw dalam 1 hari.Bisa bermain di Android dan IOS,Sistem pembagian Kartu
menggunakan teknologi yang mutakhir dengan sistem Random
Permanent (acak) | pin bb : 58cd292c "