Meski Beda Tetap Harus Bicara


Friday, September 7, 2018

Mantan Teman, dari Temannya Mantan




Seorang teman memang selalu mendukung temannya, dan tidak ada yang namanya mantan teman, kecuali temannya mantan.

Hubungan asmara antara lelaki dengan perempuan atau semacamnya, terkadang tidak hanya melibatkan kedua pasangan yang saling mencintai saja, ada pihak lain yang selalu terlibat dalam suka cita yang akan menjadi bahan cerita untuk anak cucu kelak itu, yaitu seorang teman.

Ya, betul. Seorang teman lah yang selalu memberi dukungan terhadap keluh kesah ketika menbangun suatu hubungan dengan orang yang diinginkan, tidak hanya semangat dan dorongan yang diberikan, terkadang seorang teman akan rela menjadi perantara ketika bibir dan mata tidak sanggup bertemu dan berkata-kata. Bahkan sampai ketika telah menjadi pasangan, seorang teman tidak akan tinggal diam atau bahkan meninggalkan, dia akan selalu ikut larut dalam kebahagiaan maupun dalam kesedihan.

Tidak hanya teman lama saja yang demikian perhatian, teman dari lawan pasangan juga akan masuk menjadi bagian, dan menjadi teman baru yang membantu. Sangat membantu sampai-sampai dia memberi tahu apa yang memang ingin kita tahu.

Hal itu pernah terjadi pada saya, ketika saya menyukai wanita maka saya harus berteman dengan teman baiknya. Karena terkadang teman baiknya itu akan mendadak jadi konsultan asmara yang selalu di mintai saran dan pendapat. Beruntung waktu itu si konsultan asmara dadakan tidak memberi respon yang buruk dan welcome kepada saya, mungkin karena saya tidak punya catatan kejahatan di buku besar catatan para wanita. Ini jelas sangat menguntungkan, karena saya akan mendapat kemudahan dalam melancarkan serangan, baik dengan umpan lambung, umpan terobosan, atau bahkan umpan silang, karena walaupun saya di posisi off side, wasit tidak melihat saya sebagai musuh. Dan...jebreetttdd... Gooolll...-nya belum tentu, teriaknya sudah membuat gendang telinga kaget duluan. Hadeuhh~

Karena wanita yang saya suka dan teman baiknya itu bekerja di tempat yang sama dengan saya, maka tidak begitu sulit untuk bertemu dengan mereka, meskipun yang sering saya temui adalah temannya. Ketika berpapasan saya selalu menitipkan salam, sesekali menanyakan kondisi wanita yang saya suka, meskipun sebenarnya saya sudah tahu. Dia yakin bahwa saya cocok untuk temanya itu, sehingga dia bersedia membantu saya dan memberi saya informasi sebanyak-banyaknya.

Namun ditengah perjuangan, saya kehilangan kepercayaan diri karena respon yang lambat dari si wanita, namun temannya yang satu ini tetap percaya bahwa ada kesempatan untuk saya dan memberikan semangat serta motivasi setiap kali bertemu dengan saya, dan itu cukup untuk mengembalikan kepercayaan diri saya.

Sekian lama, memang sudah cukup lama, saya dan wanita yang saya suka sudah jarang sekali menjalin komunikasi, selain karena krisis kouta, mungkin karena saya lelah dengan repon dari dia yang lambat dan karena budaya wanita juga yang gengsi menyapa lebih dulu atau mungkin juga karena dia tidak berkenan. Entahlah~ Hanya jika bertemu di tempat kerja atau papasan dijalan saja, kami saling menyapa dan saling lempar senyum yg mungkin sedikit terpaksa. 

Kemudian terdengarlah kabar dari salah satu temannya yang lain, bahwa dia sudah ditanyai oleh seorang lelaki yang datang dan bicara langsung kepada orang tuanya. Jelas lelaki itu bukan saya, karena pecundang berwajah tanggung ini belum pernah berpikir sampai sejauh itu. Dengan pikiran dan perasaan yang kacau, saya mengirim pesan untuk meminta konfirmasi darinya. Dia meminta waktu untuk bertemu dan bicara langsung dengan saya, dan hari itu menjadi hari pertama sekaligus terakhir kami bicara empat mata dengan durasi yang lebih dari sepuluh menit. waktu itu sore pukul lima, selepas kami pulang kerja saya menunggunya di depan gerbang di pinggir jalan. Disana saya menerima pengakuan dan jawaban yang sama seperti yang diceritakan temannya. Ternyata benar, sudah ada lelaki yang datang ke rumahnya, berbicara banyak dengan orang tuanya dan diakhiri dengan undangan untuk datang lagi ke rumahnya. 

Berarti temanya itu tidak berbohong, kemudian saya merasa sesak di daerah dada, berarti hati saya juga tidak berbohong.~

Percakapan kami berjalan sangat lambat dan diakhiri dengan hening yang cukup panjang, sampai ketika suara Adzan dari masjid di seberang terdengar dan menjadi pertanda bahwa pertemuan kita harus berakhir, dengan sama-sama menjadikan waktu sebagi alasan, kami berjalan berlawanan tanpa ada kata-kata selamat tinggal yang diucapkan.

Beberapa hari berlalu, selain terkejut dengan keputusan si wanita, saya dikejutkan juga oleh sikap teman baiknya yang di awal begitu welcome kepada saya dan selalu memberi semangat serta dorongan dengan motivasi-motivasinya yang meyakinkan. Dia mungkin sudah diberitahu si wanita tentang pertemuannya dengan saya dan sikap saya yang kecewa dengan keputusannya. Sehingga, dia pun ikut merubah sikapnya kepada saya. Beberapa kali bertemu dengan saya, dia mengeluarkan kata-kata sindiran tentang kekecewan saya. Kenapa bisa seperti itu coba? Kemana perginya si supporter sekaligus motivator dadakan yang dulu? Apa dia Cuma karakter fiksi? Atau semua itu ccuma mimpi?. Dan terakhir kita bertemu, dia menanyakan hal yang sangat tidak bisa saya terima, “memangnya kalau dia tidak memilihmu, kamu harus benci?” dia mengatakan itu dengan ekspresi yang tidak berpihak, tanpa sempat saya menjawab, dia pergi sambil berkata “egois sekali”.

haha..gila kan. Setiap kali memikirkannya saya selalu tertawa kesal, “ya terus, apa saya harus tetap cinta gitu? Kamu kira drama Korea.” 

Dan itu menjadi percakapan kita terakhir, awalnya saya hanya kecewa dan tidak ingin bicara dengan si wanita, tapi karena respon dia yang awalnya menyodorkan menjadi memojokan, saya jadi kecewa dan tak ingin bicara juga dengannya. Pada akhirnya, tidak hanya si wanita yang menghilang, temannya pun ikut-ikutan dan menjadi Mantan.

Seorang teman memang selalu membantu, tetapi tidak dengan temannya mantan, dia ada di pihak kita bukan karena kita, dan membenci kita pun bukan karena kita, tetapi karena temannya, dia hanya membantu seorang teman.

Undangan Pernikahan Dari Mantan : Permen Nani-Nani Yang Hilang Rasa Manisnya

Dia bingung dulu gak sih, waktu mau ngasih undangan? Sebingung yang dikasih~ Ada satu hal yang paling saya takutkan dalam hubung...