Seorang teman memang selalu mendukung temannya, dan tidak
ada yang namanya mantan teman, kecuali temannya mantan.
Hubungan asmara antara lelaki
dengan perempuan atau semacamnya, terkadang tidak hanya melibatkan kedua
pasangan yang saling mencintai saja, ada pihak lain yang selalu terlibat dalam
suka cita yang akan menjadi bahan cerita untuk anak cucu kelak itu, yaitu
seorang teman.
Ya, betul. Seorang teman lah
yang selalu memberi dukungan terhadap keluh kesah ketika menbangun suatu
hubungan dengan orang yang diinginkan, tidak hanya semangat dan dorongan yang
diberikan, terkadang seorang teman akan rela menjadi perantara ketika bibir dan
mata tidak sanggup bertemu dan berkata-kata. Bahkan sampai ketika telah menjadi
pasangan, seorang teman tidak akan tinggal diam atau bahkan meninggalkan, dia
akan selalu ikut larut dalam kebahagiaan maupun dalam kesedihan.
Tidak hanya teman lama saja yang
demikian perhatian, teman dari lawan pasangan juga akan masuk menjadi bagian,
dan menjadi teman baru yang membantu. Sangat membantu sampai-sampai dia memberi
tahu apa yang memang ingin kita tahu.
Hal itu pernah terjadi pada
saya, ketika saya menyukai wanita maka saya harus berteman dengan teman
baiknya. Karena terkadang teman baiknya itu akan mendadak jadi konsultan asmara
yang selalu di mintai saran dan pendapat. Beruntung waktu itu si konsultan
asmara dadakan tidak memberi respon yang buruk dan welcome kepada saya, mungkin karena saya tidak punya catatan
kejahatan di buku besar catatan para wanita. Ini jelas sangat menguntungkan,
karena saya akan mendapat kemudahan dalam melancarkan serangan, baik dengan
umpan lambung, umpan terobosan, atau bahkan umpan silang, karena walaupun saya
di posisi off side, wasit tidak
melihat saya sebagai musuh. Dan...jebreetttdd...
Gooolll...-nya belum tentu, teriaknya sudah membuat gendang telinga kaget
duluan. Hadeuhh~
Karena wanita yang saya suka
dan teman baiknya itu bekerja di tempat yang sama dengan saya, maka tidak
begitu sulit untuk bertemu dengan mereka, meskipun yang sering saya temui
adalah temannya. Ketika berpapasan saya selalu menitipkan salam, sesekali
menanyakan kondisi wanita yang saya suka, meskipun sebenarnya saya sudah tahu. Dia
yakin bahwa saya cocok untuk temanya itu, sehingga dia bersedia membantu saya
dan memberi saya informasi sebanyak-banyaknya.
Namun ditengah perjuangan,
saya kehilangan kepercayaan diri karena respon yang lambat dari si wanita,
namun temannya yang satu ini tetap percaya bahwa ada kesempatan untuk saya dan
memberikan semangat serta motivasi setiap kali bertemu dengan saya, dan itu cukup
untuk mengembalikan kepercayaan diri saya.
Sekian lama, memang sudah
cukup lama, saya dan wanita yang saya suka sudah jarang sekali menjalin
komunikasi, selain karena krisis kouta, mungkin karena saya lelah dengan repon
dari dia yang lambat dan karena budaya wanita juga yang gengsi menyapa lebih
dulu atau mungkin juga karena dia tidak berkenan. Entahlah~ Hanya jika bertemu
di tempat kerja atau papasan dijalan saja, kami saling menyapa dan saling
lempar senyum yg mungkin sedikit terpaksa.
Kemudian terdengarlah kabar dari
salah satu temannya yang lain, bahwa dia sudah ditanyai oleh seorang lelaki
yang datang dan bicara langsung kepada orang tuanya. Jelas lelaki itu bukan
saya, karena pecundang berwajah tanggung ini belum pernah berpikir sampai
sejauh itu. Dengan pikiran dan perasaan yang kacau, saya mengirim pesan untuk
meminta konfirmasi darinya. Dia meminta waktu untuk bertemu dan bicara langsung
dengan saya, dan hari itu menjadi hari pertama sekaligus terakhir kami bicara
empat mata dengan durasi yang lebih dari sepuluh menit. waktu itu sore pukul
lima, selepas kami pulang kerja saya menunggunya di depan gerbang di pinggir
jalan. Disana saya menerima pengakuan dan jawaban yang sama seperti yang
diceritakan temannya. Ternyata benar, sudah ada lelaki yang datang ke rumahnya,
berbicara banyak dengan orang tuanya dan diakhiri dengan undangan untuk datang
lagi ke rumahnya.
Berarti temanya itu tidak berbohong,
kemudian saya merasa sesak di daerah dada, berarti hati saya juga tidak berbohong.~
Percakapan kami berjalan
sangat lambat dan diakhiri dengan hening yang cukup panjang, sampai ketika
suara Adzan dari masjid di seberang terdengar dan menjadi pertanda bahwa pertemuan
kita harus berakhir, dengan sama-sama menjadikan waktu sebagi alasan, kami
berjalan berlawanan tanpa ada kata-kata selamat tinggal yang diucapkan.
Beberapa hari berlalu, selain
terkejut dengan keputusan si wanita, saya dikejutkan juga oleh sikap teman
baiknya yang di awal begitu welcome
kepada saya dan selalu memberi semangat serta dorongan dengan
motivasi-motivasinya yang meyakinkan. Dia mungkin sudah diberitahu si wanita
tentang pertemuannya dengan saya dan sikap saya yang kecewa dengan
keputusannya. Sehingga, dia pun ikut merubah sikapnya kepada saya. Beberapa
kali bertemu dengan saya, dia mengeluarkan kata-kata sindiran tentang kekecewan
saya. Kenapa bisa seperti itu coba? Kemana perginya si supporter sekaligus motivator
dadakan yang dulu? Apa dia Cuma karakter fiksi? Atau semua itu ccuma mimpi?.
Dan terakhir kita bertemu, dia menanyakan hal yang sangat tidak bisa saya
terima, “memangnya kalau dia tidak memilihmu, kamu harus benci?” dia mengatakan
itu dengan ekspresi yang tidak berpihak, tanpa sempat saya menjawab, dia pergi
sambil berkata “egois sekali”.
haha..gila kan. Setiap kali
memikirkannya saya selalu tertawa kesal, “ya terus, apa saya harus tetap cinta
gitu? Kamu kira drama Korea.”
Dan itu menjadi percakapan
kita terakhir, awalnya saya hanya kecewa dan tidak ingin bicara dengan si
wanita, tapi karena respon dia yang awalnya menyodorkan menjadi memojokan, saya
jadi kecewa dan tak ingin bicara juga dengannya. Pada akhirnya, tidak hanya si
wanita yang menghilang, temannya pun ikut-ikutan dan menjadi Mantan.
Seorang teman memang selalu
membantu, tetapi tidak dengan temannya mantan, dia ada di pihak kita bukan
karena kita, dan membenci kita pun bukan karena kita, tetapi karena temannya, dia
hanya membantu seorang teman.